Posts

Showing posts from June, 2011

Dari 0 Menjadi 1

Image
"A ku sangat menghargai sahabat dan saudaraku yang telah meluangkan detik waktu untuk mengucapkan dan mendoakan ujung angka usiaku dari 0 telah berubah menjadi 1" Tik…tak…tik…tak..detik mengalunkan irama waktu. Aku mendelik jarum jam yang telah melewati pukul 12 malam. Gelap mulai terasa pekat. Sejenak  aku pandangi  pesan ucapan selamat ulang tahun yang mulai berhias di dinding facebook dan pesan di telepon genggamku. Ehmmm. Waktu telah mencabik usiaku. Dari 0 menjadi 1. Aku berusaha untuk mampu menahan diri agar tak melukaimu, usiaku. Aku tak pernah berpikir bahwa usiaku berjalan cepat atau lambat. Dan juga tak pernah berpikir mengapa waktu terkadang lambat dan kadang pula cepat berlalu. Aku pun tak mau untuk memikirkan teori Einstein, sang pelopor teori relativitas itu. Waktu, aliran yang mengalir dari masa lampau menuju masa depan. Ada perubahan, ada jarak-jarak, ada antara, ada kebetulan dan juga ada kematian. Waktu, menjadi pertanda ad

Yang Pergi, Yang Kembali

Image
Waktu pagi pukul 07.30 WIB hari ini,   Wisran Hadi   telah pergi.   Menyusul AA Navis, pengarang Robohnya Surau Kami yang delapan tahun lalu wafat, juga pada waktu pagi. Wisran Hadi, sebagai seorang hamba telah pergi menuju pentas teater illahi . Ruang Pendidik INS Kayutanam adalah tempat AA Navis dan Wisran Hadi sempat berdikari. Di kawasan Ruang Pendidik itulah perjumpaanku dengannya sesekali pada loncatan hari-hari.  Pak Wis, selalu tampak olehku sosoknya yang rapi, pakaiannya seringkali berwarna hitam atau putih.

Cerita Kakek, Cucu, dan Ananda

Image
: Tentang Kemerdekaa n Oleh: Pandu Birowo Cerita Kakek: Dulu waktu zaman penjajahan kakek pernah ikut berjuang untuk negeri ini Dengan bambu runcing di tangan kiri dan bedil di punggung, serta  sedikit keberanian untuk jadi tentara Dulu kakek cuma makan nasi jagung dan minum teh tubruk di dapur umum Sementara kata orang tentara penjajah  makannya roti dan keju serta minum tuak botolan dari luar Tapi kakek pantang mundur, Cu pokoknya negeri ini harus bebas

MEMBURU CAK NUR

Image
Memburu diskusi Cak Nur bukan hanya “wisata intelektual” maupun “wisata spiritual” semata yang didapat. Tetapi juga wisata dalam arti sesungguhnya. Wisata kota. Mengunjungi gedung indah dan hotel mewah yang dulu membuat saya terperangah. Membuat sorotan mata ini tak cuma fokus pada pembicaraan Cak Nur, tapi juga melirik sudut-sudut indah di ruang mewah. Mengecap hidangan enak yang tersaji rapi, membikin rasa senang di hati. Satu penyesalan saya, tak memiliki dokumentasi video pribadi yang merekam jejak petualangan saya memburu Cak Nur. Tetapi, tak saya sesali seumur hidup adalah dapat melihat dekat sosok Cak Nur dan merasakan genggaman tangannya yang kokoh berjuang menghargai titik-titik perbedaan. 

MENCATAT SEPERTI SAHABAT

Image
Begitu banyak pikir, rasa,  gelisah, gembira, ilmu dan petuah, yang tercecer dari setiap gerak perjalanan hidup akhir-akhir ini. Sayang, banyak yang tertinggal untuk dicatat. Padahal, begitu berartinya mencatat. Begitu berharganya sebuah dokumen hidup pada setiap perjalanan dan pada setiap kebersamaan. Mencatat setiap perjalanan dalam gerak zaman bukan sekadar kenangan, tapi mencatat sejauh mana ke-ber-artian. Aku ingin mencatat seperti sahabat.   Sebab, bersahabat tidak dibentuk dengan sendirinya, tidak direkayasa menjadi sebuah rupa. Sebab ia bukan rupa, tapi rasa. Ketika mencatat menjadi sahabat, resah hidup barangkali bisa hilang sesaat, kegembiraan hidup dapat tertuang riang. Ilmu dan petuah, pikir dan rasa, gelisah dan gembira dalam setiap perjalanan adalah anugerah. Dan, kesal rasanya jika tak tercatat!

MENCIBIR POLITIK ELITE

Image
Kompas, 21 Maret 2011 David Krisna Alka Sejarah politik Indonesia pernah memiliki masa saat partai politik diolah secara bermutu dan bernilai.  Periode yang disebut demokrasi liberal 1950-an adal ah sebuah masa ketika retorika politik diukur berdasarkan kualitas argumen di parlemen, bukan retorika kacangan dan sekadar spanduk partai di jalanan. Kala itu, politik lebih dihayati sebagai inisiasi kebudayaan ketimbang transaksi kekuasaan.

Kaum Miskin Terancam

Image
Seputar Indonesia, 23 November 2007 David Krisna Alka Penyimpangan moral korupsi, kolusi, nepotisme tak hanya dilakukan oleh pejabat negara. Kaum miskin pun ikut kebablasan moralnya. Saksikanlah, berita-berita kriminal bertubi menyerang kehidupan keseharian. Menurut Budi Hardiman (2003), keseharian yang banal telah menjadi kelaziman.  “Ke manakah Allah?“ tanya Nietszhe. “Kita semua membunuhnya-kalian dan aku. Kita semua pembunuh.” Allah menurut Nietszhe itu dapat ditafsirkan sebagai Yang Maha Bermoral. Artinya, kita semua telah membunuh Yang Maha Bermoral itu, sehingga Si Kaya kian menggila keserakahannya, tak mau memberdayakan  Si Miskin. Akibat ketimpangan ekonomi begitu parah, kaum mustadh’afin terjebak dalam kondisi material yang eksploitatif,  mereka pun putus asa, kemana jalan moral mesti menuju?

Pengarang Perempuan dan Sastra Transformatif

Image
Buletin Sastra Pawon, Senin, 17 Maret 2008 Hal-hal mengenai perempuan memang tak kunjung surut untuk “dikupas.” Daya tarik perempuan banyak menghiasi ruang-ruang dalam kehidupan dunia ini, terutama dalam ruang seni dan budaya. Salah satunya adalah ruang kreatifitas perempuan dalam menulis karya sastra. Sebelumnya, peran perempuan banyak diandalkan dalam urusan keluarga, tetapi kini peran mereka mulai bergeser kepada peran-peran baru di luar keluarga. Peran tradisional perempuan itu perlahan-lahan mulai ditinggalkan. Peran perempuan telah banyak mengalami perubahan. Perempuan merasa bahwa mereka telah menyadari akan kewajiban untuk berbuat sesuatu sejauh yang memungkinkan untuk kesejahteraan, kemakmuran, serta kemajuan masyarakat. Dan, perempuan sebagaimana pria, kini juga mampu melaksanakan peranan intelektual. Tema Sastra Transformatif Berkaitan dengan pesona kreatif perempuan untuk perubahan, dalam wilayah penulisan karya sastra kontomporer sa

Ihwal Kota dan Puasa

Image
Kompas, 21 Agustus 2009 David Krisna Alka Jakarta adalah salah satu kota yang menjadi ruang representasi identitas antara orang kaya dan miskin. Lauren Bain mengutip Mike Davis dalam Space and Symbols (1990) merisaukan perencanaan pembangunan kota yang menggunakan strategi spasial untuk memisahkan, memencilkan, dan mengasingkan ”yang lain”. Posisi Jakarta sebagai ibu kota negara menjadi pusat perdagangan, hiburan, kemewahan, dan pemiskinan. Ironisnya, ketamakan dan penyingkiran terhadap kaum miskin justru terjadi di Jakarta. Kota Jakarta menebar aroma gaya hidup yang tak kenal kaya- miskin. Namun, dikotomi kaya-miskin justru kian melebar. Ramadhan di Jakarta Bagi kaum miskin kota, Ramadhan merupakan bulan rebutan dana. Di Jakarta, bulan puasa diramaikan pengemis dan banyak ”rumah gerobak”, menunggu sapaan sahur dari mereka yang peduli dan kaya. Ketika buka puasa, mereka ke masjid melepas dahaga dan lapar. Fenomena lain adalah pekerja yang gajinya tak sebera

Muhammadiyah, Politik, dan Kaum Duafa

Image
Kompas, 22 Februari 2008 David Krisna Alka Muktamar Pemikiran Islam di Muhammadiyah ”Kritik Oto-Kritik Muhammadiyah” pertengahan Februari 2008 menuai kritik konstruktif bagi perjalanan gerakan Muhammadiyah di Indonesia. Gerakan Muhammadiyah seharusnya lebih peduli terhadap persoalan realitas sosial kini dan nanti, bukan cuma persoalan politik. Menjelang Pemilu 2009, politisi di negeri ini mulai bersahut dan tampak kasak-kusuk ingin merebut posisi empuk. Sementara itu, krisis moral dan kepemimpinan bangsa ini sudah memasuki tahap kritis. Dalam konteks ini, umat Muhammadiyah tak bisa mengabaikan pendidikan karakter bangsa yang kian pudar. Namun, di tengah hiruk-pikuk politik menjelang Pemilu 2009 adalah suatu hal yang sulit bagi kaum cerdik pandai Muhammadiyah untuk tidak larut dalam intrik politik praktis. Ulama, sebagai penjaga moral bangsa, harus menjadi panutan umatnya. Akan tetapi, kecemasan yang timbul adalah posisi tak etis peran ulama dan intelektual Muhammadiyah d

Kaum Miskin Menggugat

Image
Media Indonesia, 18 Agustus 2006 Ketika bendera merah putih berkibar di bawah langit Indonesia dalam memperingati Dirgahayu Kemerdekaan RI Ke-61 belum lama ini, adakah rasa merdeka bagi mereka yang pengangguran, kemiskinan, kelaparan dan hidup di jalanan atau tinggal di rumah sempir berukuran 2 x 2,5 meter persegi?   Kaum miskin di negeri ini belum merdeka dari kepahitan hidup yang didera. Kemerdekaannya terenggut karena tak merasakan kebebasan menjalankan fungsi dalam hidup. Disamping itu, negara ini terdampar dalam lilitan utang luar negeri yang terus-menerus mengekang kedaulatan kita, apalagi bagi generasi muda dan anak-cucu-cicit nanti. Pelan tapi pasti, negeri ini telah dikangkangi “penjajah-penjajah ekonomi dunia.” Menjadi bangsa yang bemartabat baru sebatas cita-cita kata yang tertata dengan rapi dalam lembaran teks pidato pada setiap memperingati seremonial Ulang Tahun Hari Kemerdekaan. Hingga kini, cita-cita menjadi bangsa yang bermartabat itu belum terlaksana