Posts

Showing posts from July, 2011

Kedaulatan Rakyat atau Kedaulatan Parpol?

Image
David Krisna Alka Terbitan   Referensi   “Rakyat adalah jantung hati bangsa. Rakyat itulah yang menjadi ukuran tinggi rendahnya derajat kita. Dengan rakyat itu kita akan naik dan dengan rakyat kita akan turun. Hidup atau matinya Indonesia merdeka, semuanya bergantung kepada semangat rakyat, kalau di belakangnya ada rakyat yang sadar dan insaf akan kedaulatan dirinya.” (Bung Hatta) Harapan adalah sarapan yang baik tetapi makan malam yang buruk.   Namun, harapan bahwa partai-partai politik di negeri ini mampu menjadi agen perubahan politik untuk mengartikulasikan kedaulatan dan keresahan-keresahan rakyat, masih berupa sarapan yang belum baik, dan merupakan hidangan makan malam yang buruk. Ada kerinduan akan masa ketika parpol (parpol) diolah secara berkualitas dan bernilai. Karena parpol mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat penting dalam setiap sistem demokrasi. Akan tetapi, sistem demokrasi di negeri ini masih belum memihak pada demokrasi sosial. Suatu pemihakan p

Oligarki dalam Demokrasi

Image
Agus Hernawan KOMPAS, Jumat, 8 Juli 2011  Jang djadi wakilnja rajat didalam itoe raad, jaitoe: Bangsa kita jang toeroet menghamba kepada pemerintah (Pemerintah Kolonial Belanda, pen), alias orang jang tidak merdika dan tidak berani memehak kepada rajat jang soedah beratoesan tahoen menderita kesoesahan. Marco dalam Volksraad Apa yang disampaikan Mas Marco dan apa yang tengah terjadi di gedung-gedung Dewan Perwakilan Rakyat kita saat ini menggambarkan situasi yang paralel. Gaji yang tinggi plus fasilitas mewah yang diterima para anggota DPR ternyata tidak membuat mereka sadar pada peran, fungsi, dan kewajiban konstitusional selaku wakil rakyat. Dari lembaga yang menjadi simbol supremasi rakyat itu, kita malah menyaksikan sederet laku pengkhianatan berkali-kali. Laku pengkhianatan itu terkait dengan tiadanya etos distributif yang berhubungan dengan bagaimana menjaga kehormatan. Selain itu, tiadanya etos responsif yang berarti ketidakpekaan dan kurangnya keberpihakan pada permasalahan

Rezim Kasak-kusuk Para Jenderal

Image
Geger Riyanto  Alumnus Sosiologi Universitas Indonesia Data buku Judul: Soeharto dan Barisan Jenderal Orba Pengarang: David Jenkins Penerbit: Komunitas Bambu Jumlah halaman: xl + 384 hal Waktu terbit: cetakan II, November 2010 Buku ini bercerita tentang relasi dan kecamuk di puncak-puncak kekuasaan Indonesia tahun 1975-1983. Untuk diingat, di zaman ini seorang petinggi dari kalangan militer dapat dengan enteng menyampaikan ke muka umum bahwa kalangan sipil tak punya kemampuan untuk memimpin Indonesia. Dengan gaya yang tenang dan kebapakan, seorang petinggi militer pun bisa menuturkan sanggup menghilangkan satu-dua orang untuk menjaga ketertiban—pernyataan yang kedengaran sinting bila diungkapkan di tengah khalayak ramai hari ini. Stabilitas, saat itu, berada di atas segalanya. Kelompok tentara menduduki kasta paling atas.

Nurbaya Belum Mati

Image
Cerpen Zulfikar Akbar Tangan kekarku sudah membekap mulutnya. Maksudku hanya untuk membuat ia tidak berteriak. Kubekap kuat. Dara meronta. Membuat tanganku harus kian kuat menutupi mulutnya dari sisi belakang kepala perempuan ini. Perempuan itu selalu saja menatapku begitu mendalam. Bukan sekali dua kali saja, tetapi setiap kali aku berpapasan dengannya. Dari sejak pertama sekali aku menetap di kontrakan yang kubayar dengan cara mencicil, di kampung pinggir kota yang pernah dilumat gelombang lapar lautan belakang sana. Matanya kerap bertumbuk dengan matanya. Kelelakianku bisikkan pengakuan jujur, mata itu memang sangat indah. Mata itu adalah listrik yang menjalari kabel tak terlihat. Sialnya kabel itu pula yang sepertinya membawa arusnya sampai ke kamar tidurku, setiap malam.

Racauku

Image
Devy Kurnia Alamsyah http://pemudatengik.blogdetik.com/ Hueekkkk… Semua yang kutelan tadi menyembur semua. Aneka warna. Tak perlu pula kudeskripsikan apa saja yang sudah kumakan tadi siang. Cukup aku saja yang menatap nanar sembari mengatur napas dan mengeluarkan yang tersisa. Jika masih ada. Mataku berair. Ada satu kelesat tak menyenangkan di setiap lendir, lalu aku lontarkan kembali ke mulut jamban. Tak perlu pula aku jabarkan lagi apa yang keluar tadi siang. Aku heran. Tubuh ini, akhir-akhir ini, tak lagi bisa diprediksi iramanya. Apa yang dikecap lidah terasa pahit. Apa yang masuk ke perut keluar kembali tak lama kemudian. Ada apa ini? Dua minggu makan tak teratur, kadang tanpa tidur, membuat potensi penyakit singgah sungguh tak terukur.

Dara Wita Anastasia

Image
Willy Aditya http://willy-aditya.blogspot.com/ Langit Jakarta mengharu-biru, digores lembayung kuning, orang-orang masih saja berotasi menyusun rumah dan surau. Aku berkemas untuk mengajak emakmu yang sedang berat, seberat perdebatan rumah dan surau bagi mereka yang sedang berotasi untuk menuntaskan identitas. “It’s the last battle!’ begitu jelas dan menancap di kepalaku. Itu bagi mereka yang di ambang senja. Tak hanya ungkapan tersebut yang berpendar di kepalaku, hal yang membuat aku terenyuh adalah “nek metu ne gede, opo mungkin ora ono pambrih ne!” ya, itu pula hukum alam yang selalu tertuang dalam sejarah!

Serangan HIV/AIDS Dalam Novel

Image
"Makin kurang yang mereka pahami, maka mereka pun makin memuja sulap !" - Hudibras Begitu banyak macam realitas kehidupan yang tertoreh dalam bentuk karya sastra. Ketika menemukan peristiwa yang memilukan, pengalaman yang menggelitik, kejadian nan unik atau eksentrik, dan hal-hal baru yang menggigit, pengarang mengeksplorasi semuanya itu dalam bentuk karya sastra.   Begitu pula dengan pengarang Titie said (1935). Sosok pengarang wanita yang sering menggarap persoalan cinta yang dihubungkan dengan kehidupan keluarga. Model seperti itu juga banyak digarap oleh novelis lainnya seperti Lastri Fardani (1941), Yati Maryati Wiharja (1943-1985), Titiek W.S. (1938), Sri Bekti Subakir, Ike Supomo, La Rose, Marga T, Maria A. Sarjono, Nani Heroe, Nina Pane, Titik Viva, Sari Narulita, Tuti Nonka, dan lain-lain.