Pancasila, Gagasan Kebudayaan, dan Kewarasan

Media Indonesia, Kamis, 24 Oktober 2013
Oleh: David Krisna Alka

DALAM peluncuran dan diskusi buku Indonesia di Jalan Restorasi, Politik Gagasan Surya Paloh buah karya Willy Aditya di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, Jawa Barat, belum lama ini, penulis merasakan kegelisahan bahwa kehidupan politik di negeri ini mengalami krisis kepercayaan dan hampa gagasan, terutama gagasan kebudayaan.

Berbagai kejahatan politik di alam demokrasi liberal mengiris dan menyayat jantung konstitusi Republik ini. Mencermati fakta kehidupan politik di Indonesia, apakah sudah tecermin nilai-nilai Pancasila? Ada keraguan, ketika korupsi merajalela, penyuap dan penerima `suapan politik' ada di mana-mana, dan politik transaksional secara terang benderang tampak di depan mata.

Lantas, apa gunanya jantung konstitusi kita dalam kehidupan politik? Kesaktian macam apa yang dimiliki dasar negara Indonesia yang bernama Pancasila dalam kehidupan politik hari ini? Batin kita merasakan, praktik politik lebih tampak mengalami pengerdilan, dan sekadar perjuangan meraih kekuasaan dengan menghalalkan bermacam cara.

Kolektivitas politik sebagai perjuangan mewujudkan kebajikan bersama terlihat berjalan dengan kaki sebelah. Berpolitik jauh dari nilai-nilai ketuhanan. Politik gersang kemanusiaan. Persatuan dalam keragaman masih jauh dari harapan. Perilaku politik elite masih minim menetaskan kebijakan publik yang berkeadilan.

Gelanggang politik
Keberadaan Pancasila dalam kehidupan politik Republik ini adalah buah proses pergulatan politik para pendiri bangsa untuk menguatkan watak keberagaman, merajut rasa persatuan, menyubur kan sikap kemanusiaan, dan keadilan. Sayangnya, perilaku elite di gelanggang p politik masih jauh dari nilaip nilai Pancasila.

Dapat dihitung dengan jari, pemimpin politik kita yang memberikan teladan yang pasti, membumikan nilai-nilai Pancasila dalam gerak politik serta kebajikan publik yang konkret. Hakikatnya, pembumian nilai-nilai Pancasila dalam politik sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia Indonesia sebagai landasan berpolitik.

Jadi, di tengah nalar politik warga yang kian cerdas, kampanye politik royal sekadar memenuhi hasrat untuk tampil di panggung politik tanpa pendekatan yang dilandasi nilai-nilai Pancasila mungkin akan sia-sia. Warga negara bukanlah sekadar objek politik kekuasaan saja. Demokrasi ala Indonesia adalah demokrasi yang mengutamakan nilai-nilai Pancasila, baik bagi warga negara maupun penyelenggara negara.

Soekarno pernah berkata, Pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia. Pancasila tidak hanya falsafah negara, tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia. Artinya, Pancasila adalah isi jiwa dalam kehidupan politik Indonesia. Politik untuk semua, milik semua lapisan masyarakat Indonesia. Di era demokrasi liberal sekarang ini, penting untuk mengedepankan nilai-nilai Pancasila dalam sikap sosial dan politik kita.

Kini, kita membaca dan mengamati siapa wakil rakyat dan calon pemimpin di negeri ini yang memiliki sikap berpancasila. Dalam Pemilu 2014 nanti, hati-hati jangan sembarang pilih. Jangan pilih politisi atau calon pemimpin yang mentang-mentang banyak uang seenaknya rakyat `disiram-siram'. Jika begitu, kapan negara yang bernama Indonesia ini bisa kuat? Atau kita mau Republik ini seperti yang pernah dikatakan Bung Karno, “Jika negara tak kuat, lambat laun karakter negeri ini menjadi bubur (lembek dan mudah ditelan).“

Gagasan kebudayaan
Gelanggang politik kita hampa kebudayaan dan kosong gagasan. Tanpa gagasan kebudayaan dalam berpolitik bisa jadi perjalanan negeri ini mengalami disorientasi berbangsa dan bernegara. Hampanya ruang kultural dan kosongnya gagasan disebabkan elite politik yang mengabaikan jantung gagasan kebudayaan negeri ini, yaitu Pancasila. Pancasila sebagai kultur normatif dengan nilai-nilai terkandung di dalamnya akan menentukan orientasi dan tujuan sistem kelembagaan politik yang menjadi faktor determinan bagi kehidupan politik bangsa Indonesia.

Tentu penting untuk mengontekstualisasikan nilai-nilai Pancasila dengan kehidupan masa kini dan masa depan. Namun, bagaimana mungkin bisa mengontekstualisasikan bila elite politik saat ini tak mampu memberikan keteladanan, malah hakim konstitusi menjadi pelanggar konstitusi. Pancasila dirusak oleh oligarki politik dan korupsi yang dilakukan secara struktural-birokratis.

Zaman dan dunia memang telah berubah. Tetapi, asas kebudayaan kita patut dipakai dalam setiap usaha memuliakan Tanah Air yang kita cintai ini. Pancasila bukanlah untuk dilamun dan dinyanyikan saja, Pancasila adalah jantung kebudayaan kita. Tanpa Pancasila, apa keikatan kita sebagai warga negara? Apa asas utama kita dalam bernegara untuk meninggikan derajat Indonesia?

Alhasil, lenyapnya keluhuran dan kebaikan dalam politik berarti lenyap pula kebudayaan dalam politik. Ruang keberadaban bisa musnah tatkala institusi politik kering kebudayaan dan kosong gagasan. Maka, gerakan politik kebudayaan dan politik gagasan sangat penting.

Meminjam istilah Yudi Latif (2013), gerakan kebudayaan menjadi alternatif menjaga kewarasan publik. Dalam situasi seperti ini, tugas siapakah untuk `berkata benar pada kuasa' sehingga tercipta kewarasan bangsa? Ya, tugas kita warga negara sebagai manusia Indonesia pemilik sah Tanah Air dan bangsa.
Pengamat politik kultural dan alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Comments

Popular posts from this blog

Pergolakan Partai Politik dan Kualitas Demokrasi Kita

"Politik" Waktu; Selamat Tahun Baru

Fatmawati Srikandi Republik