Bunga Hatta dan Taher Marah Sutan

Harian Singgalang
Oleh: David Krisna Alka

Beliau memberikan dorongan kepada para pemuda untuk bekerja keras mengusir penjajah dan menegakkan kemerdekaan di bumi pertiwi ini (Bung Hatta)

Pahlawan yang tak dikenal dikaburkan sosoknya dan dipendam saja jasanya. Salah seorang "pahlawan tak dikenal" itu adalah Engku Taher Marah Sutan.

Bung Hatta mengagumi tokoh pergerakan ini. Konon, pada masa perjuangan kemerdekaan, banyak anak-anak muda, yang kemudian menjadi tokoh penting dalam kemerdekaan Indonesia, menimba ilmu dari Engku Taher Marah Sutan.

Dalam lingkungan orang-orang terkemuka di Padang, Engku Taher Marah Sutan dipandang sebagai primus interpares. Apabila Haji Abdullah Ahmad (Hamka) terkemuka dalam gerakan agama, Engku Taher Marah Sutan terkemuka dalam urusan sosial. Dalam buku Memoir Bung Hatta (1979) kesederhanaan ayah dari  Tarmizi Taher (Mantan Menteri Agama RI) ini menjadi panutan bagi Bung Hatta.

Dalam hidupnya sehari-hari, Engku Taher Marah Sutan menjalaninya dengan tidak mengenal lelah. Cita-cita Taher Marah Sutan adalah memajukan pelajaran anak-anak. Karena hanya dengan ilmu dan pengetahuan, anak-anak yang akan tumbuh menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab di kemudian hari, sehingga tanah air menjadi maju. Pendidikan Taher Marah Sutan tak lebih dari sekolah rakyat, 5 tahun. Karena waktu ia masih kanak-kanak, HIS belum ada. Bahasa Belanda dipelajarinya sendiri dengan berguru dimana dapat.


 Waktu Taher Marah Sutan menjadi sekretaris Sarikat Usaha, ia sudah pandai berbahasa Belanda, terutama untuk mengetahui soal-soal masyarakat. Ketika itu ia sering berlangganan dua buah surat kabar terkemuka di Jawa, yaitu Utusan Hindia yang dipimpin oleh H.O.S Tjokroaminoto di Surabaya dan Neraca yang dipimpin oleh Abdul Muis, yang kemudian dipimpin oleh H. Agus Salim di Jakarta.

Taher Marah Sutan adalah sosok pengajar yang giat bekerja. Disamping mengajar di sekolah Adabiyah, ia juga seorang pedagang dan pengusaha di Padang. Tetapi yang lebih penting lagi, beliau turut memberikan semangat kepada para pemuda tentang nasionalisme. Beliau memberikan dorongan kepada para pemuda untuk bekerja keras mengusir penjajah dan menegakan kemerdekaan di bumi pertiwi ini. Sebab, di tangan para pemuda terletak nasib bangsa di kemudian hari.

Diantara pemuda Minangkabau yang pernah berguru dengan Engku Taher Marah Sutan adalah Bung Hatta dan Bahder Djohan. Taher Marah Sutan mendirikan semacam taman bacaan atau perpustakaan yang menyediakan buku-buku tentang politik dan kebangsaan. Melalui taman bacaan dan diskusi politik yang beliau adakan secara tidak teratur, maka lama kelamaan para pemuda itu memahami arti nasionalisme.

Dalam perkembangan selanjutnya, Taher Marah Sutan mendorong pemuda untuk mendirikan perkumpulan guna menghimpun kegiatan mereka. Sebagai realisasinya, pada tanggal 9 Desember 1917, didirikanlah perkumpulan pemuda Sumatera (Jong Sumatranen Bond) di gedung Stovia Jakarta. Jong Sumatranen Bond tidak membatasi anggotanya pada suku Minang saja. Perkumpulan itu terbuka bagi suku-suku lain di Sumatera, berbeda dengan pendahulunya, Jong Java yang didirikan pada tahun 1915 hanya beranggotakan suku Jawa saja.

Tujuan Taher Marah Sutan ialah persatuan, bukan hanya di lingkungan Sumatera tapi seluruh Indonesia. Beliau memberikan dorongan untuk mencapai cita-cita persatuan. Puncak dari usaha itu adalah dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, yang cita-citanya mempersatukan gerakan pemuda di seluruh Tanah Air.

Taher Marah Sutan juga disebut oleh Bung Hatta menjadi motor dalam membangkitkan gairah nasionalisme anak-anak muda dalam menempuh kemerdekaan tanah air. Riwayat hidup dan perjuangan Taher Marah Sutan berjalin berkelindan dengan arus deras kancah pergerakan kebangsaan di bumi pertiwi ini.

Menurut P. Swantoro (2003:29), Engku Taher Marah Sutan merupakan salah seorang yang memberikan percikan-percikan pemikiran yang berkaitan dengan permasalahan kolonial kepada Bung Hatta. Bung Hatta mengakui, jika tidak ada dia (Taher Marah Sutan) Sarekat Usaha tidak menjadi pusat pertemuan orang-orang terkemuka serta kaum cerdik pandai di Padang. Karena itu, pemuda Hatta banyak memperoleh informasi dari Pak Marah Sutan. Termasuk mengenai tokoh-tokoh seperti HOS Tjokroaminoto, Abdul Muis, dan Haji Agus Salim.

Selain Moh. Hatta dan Bahder Djohan, Moh. Yamin pahlawan nasional dan salah satu tokoh Sumpah Pemud juga merupakan murid dari Taher Marah Sutan. Moh. Yamin pernah mengirim surat kepada Taher Marah Sutan di Padang, yang menceritakan bahwa biaya untuk Kongres Sumpah Pemuda masih sedikit. Moh. Yamin meminta kepada Taher Marah Sutan mencarikan uang tambahan biaya kongres. Sebulan kemudian, datanglah kiriman uang dari Taher Marah Sutan sebanyak F. 800,- (delapan ratus Gulden—jumlah uang yang tidak sedikit untuk masa ini) sebagai tambahan biaya Kongres Sumpah Pemuda (Sungai Puar, 1993).

Dari segi pemikiran, Taher Marah Sutan juga memberikan sumbangsih pemikiran dengan membuat sambutan tertulis yang dibacakan dalam Kongres Sumpah Pemuda 1928, yang bersejarah bagi kelanjutan negeri ini. Selain Taher Marah Sutan, Ir. Soekarno, Tan Malaka di Kanton, dan Perhimpunan Indonesia di Mesir, juga memberikan sambutan tertulis dalam Kongres Sumpah Pemuda pada waktu itu. Dan, ketika Bung Hatta pergi-pulang dari studi di Belanda, Taher Marah Sutanlah yang mengantar dan menjemput Bung Hatta.

Dalam pidato pada Seminar Sejarah dan Kebudayaan Minangkabau di Batusangkar, Sumatera Barat, pada tahun 1970, Bung Hatta mengatakan bahwa belum ada penulis sejarah yang mengungkapkan riwayat hidup dan perjuangan Muhammad Taher Marah Sutan, padahal beliau mempunyai jasa yang besar mendorong timbulnya pergerakan nasional.

***

Terkadang memang mudah melupakan jasa para pahlawan, pahlawan yang terkenal pun jasanya sering terkuburkan. Tapi bagi orang-orang besar dan berjiwa besar tentunya tak akan melupakan jasa-jasa para pahlawan negeri ini. Taufik Abdullah (2004) mengungkapkan, gelora semangat nasionalisme anti-kolonial yang radikal kadang-kadang terlupakanlah tokoh dan organisasi yang bergerak dalam lapangan sosial dan pendidikan, yang berusaha meletakkan dasar yang kuat bagi masa depan bangsa. Kita pun segera ingat nama orang yang sibuk menyalakan api dan kita pun tak merasa apa-apa ketika dengan mudahnya kita melupakan orang yang mengumpulkan kayu-kayu kering yang akan memungkinkan api itu menyala!

Taher Marah Sutan adalah salah seorang yang mengumpulkan ranting-ranting kayu yang kering itu untuk menyalakan api. Ia adalah seseorang yang sibuk sejak muda menanamkan benih masa depan pemuda bangsa. Ia adalah salah seorang tokoh terkemuka yang giat berusaha menggerakan masyarakat, khususnya masyarakat Minangkabau untuk keluar dari zaman Siti Nurbaya, begitu juga dengan perjuangannya dengan Bung Hatta.

Tulisan ini Pernah dimuat di Harian Singgalang Padang.

David Krisna Alka

Comments

Popular posts from this blog

Pergolakan Partai Politik dan Kualitas Demokrasi Kita

"Politik" Waktu; Selamat Tahun Baru

Fatmawati Srikandi Republik