Demokrasi Kira-Kira
Media Indonesia, 15
Maret 2012
"Demokrasi itu
ibarat buah, sangat baik untuk tubuh, tapi hanya lambung sehat yang mampu
mencernanya. Alhasil, untuk masuk ke arena politik di negeri ini, kita tak
cukup hanya mengira-ngira."
MENGIRA-NGIRA suara
hati nurani rakyat di saat krisis kepercayaan terhadap partai politik ditaksir
tinggi merupakan cermin kebingungan politik di Indonesia.Semakin banyak yang
mengira-ngira bisa jadi semakin bingung rakyat. Salah satu sebab kebingungan
dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap partai politik ialah kampanye iklan
(misalnya iklan antikorupsi Partai Demokrat) dalam hal-hal yang sangat
prinsipiel mengalami inkonsistensi di depan publik.
Hasil survei politik
boleh saja mengeluarkan angka persenan dalam jumlah berapa pun.Semua berhak
mengira-ngira, berasumsi, meneliti, bahkan meramal partai politik mana yang
akan menjadi pemenang dan siapa saja bakal calon presiden yang memiliki tingkat
keterpilihan tertinggi dari hasil sebuah survei.
Seandainya saat ini
pemilu diselenggarakan, calon legislatif dari partai politik mana yang akan
kita pilih. Apakah kita memilih melihat sosok calon legislatifnya atau partai
politiknya? Atau kita bimbang, tak suka dengan sosok, tapi tertarik dengan
partai politiknya atau sebaliknya? Serta bakal calon presiden dari partai
politik mana yang akan kita pilih?
Mengira Suara Rakyat
Dulu, kita mengira
kehadiran sistem partai yang menghadirkan multipartai akan membawa perubahan
nyata dalam sistem politik di Indonesia. kenyatannya, partai hanya dikendalikan
politisi yang tidak bervisi. ketika politik sekadar menjadi gaya hidup, mau
dibawa ke mana arah politik Indonesia? Keberadaan politisi `hura-hura' dan
politisi `cuma-Cuma' malah lebih banyak menambah masalah ketimbang
menyelesaikan masalah.
Artinya, masa depan
politik Indonesia pada Pemilu 2014 dikhawatirkan tidak mempunyai harapan di
tengah kebingungan. Tampak tak ada perubahan-perubahan baru yang secara
kualitatif masuk tubuh partai politik sehingga para peminat politik cukup
mengira-ngira partai politik mana yang cukup ideologis, cukup menjunjung
moralitas, dan cukup baik untuk membawa perubahan.
Para peminat partai
politik butuh kesadaran autentik, bukan kesadaran `kira-kira' ketika masuk
tubuh partai politik. Kesadaran autentik memunculkan kritik dan kritik pada
gilirannya menentukan sejauh mana progresivitas da lam berpolitik.
Selain itu, partai
politik tak usah risau atau terlalu banyak menghamburkan uang sekadar untuk
mengetahui hasil survei. Entah survei itu sahih atau mengira-ngira. Membangun
kesadaran politik untuk menciptakan dan meningkatkan partisipasi positif
masyarakat terhadap partai politik tidak semata ditentukan survei.
Kebenaran hasil
survei politik akan terbukti atau tidak tergantung sejauh mana partai politik
menjalin hubungan secara positif dan partisipatif transformatif dengan
masyarakat. Sebab, kemunafikan publik sebuah partai politik akan memicu
kemarahan dan ketidakpercayaan publik. Rakyat yang apolitis hanya menjadi
penonton dan pendengar yang bingung. Tak ada kepastian dan keparipurnaan dalam
politik, yang ada hanya pencarian yang dinamis, selalu mungkin berubah, dan tak
pernah selesai.
Mengira demokrasi
Memang, tak elok meniadakan hak untuk memilih dan dipilih di era demokrasi ini.
Masyarakat yang sadar politik memang dihadapkan pada sebuah pilihan.
Barangkali, saat ini, beberapa partai politik lama atau partai politik baru
yang mereka percaya akan membawa perubahan.
Namun, dibutuhkan
pertanggungjawaban elite partai politik terhadap rakyat pemilih di kota hingga
pedalaman desa yang belum terusik oleh peradaban virtual untuk menon ton atau
membaca sebuah hasil survei. Hidup bagi mereka ialah cucuran keringat yang
mesti dialirkan bagi kelangsungan hidup.
Meskipun kesadaran
politik kita sering dijejali berbagai macam hasil survei, perjuangan
meningkatkan martabat politik di negeri ini mau tak mau harus dilakukan.
Politik yang berprinsip dengan teguh membersihkan `kotoran' politik yang tak
bermoral. Politik yang berdaulat dengan tegas mencampakkan ketamakan dan
kerakusan yang mengisap keringat rakyat.
Jean-Jacques Rousseau
(1712-1778) pernah mengatakan demokrasi itu ibarat buah, sangat baik untuk
tubuh, tapi hanya lambung sehat yang mampu mencernanya. Alhasil, untuk masuk ke
arena politik di negeri ini, kita tak cukup hanya mengira-ngira.
David Krisna Alka Peneliti Maarif Institute for Culture and Humanity dan Populis Institute Jakarta
Comments