Bung Pragmatis dan Bung Idealis
Bung,
benarkah zaman kini dihadapkan pada pilihan antara menjadi Bung Pragmatis atau Bung Idealis?
Barangkali
hanya satu dari sejuta Bung yang menjadi Bung Idealis, dan sisanya menjadi Bung
(kusan). Katanya, kini peradaban sudah maju. Semua bung-bung dengan mudah dapat
berjumpa dan berdialog virtual lewat Internet. Segala informasi baik atau buruk
sudah menjadi makanan publik (public goods). Tak kenal apakah mereka Bung
Idealis atau Bung Pragmatis, semua terlibat dalam discourse yang ada pada konten media virtual. Mulai dari yang
tinggal di desa, apalagi di kota.
Memang,
masih ada Bung Idealis lain yang belum menjamah dunia virtualitas karena akses
dan pendidikan yang jauh dari peradaban internet. Bung-bung Idealis ini, memacu
diri dalam suasana pedalaman desa yang belum terusik oleh peradaban virtual.
Hidup bagi mereka adalah cucuran keringat yang mesti dialirkan bagi
kelangsungan hidupnya.
Entahlah,
apakah masih perlu adanya kategori antara Bung Pragmatis atau Bung Idealis.
Tapi tampaknya, di kota, terutama di Jakarta, barangkali tak ada lagi yang
namanya Bung Idealis. Walaupun masih ada, mereka terbelenggu dalam “penjara”
kota yang buas dan ganas. Bung Idealis, adalah bung-bung yang memiliki prinsip.
Hidup yang berprinsip dengan teguh mengenyahkan asupan kotor dari pendapatan
kerja yang kotor dan “kata kotor.” Hidup yang berprinsip dengan tegas
mencampakkan tamak dan rakus. Hidup yang berprinsip menjauhi diri dari
kemunafikan pribadi dan kemunafikan publik.
Bung,
berita tentang Bung Idealis kian menepis dalam setiap halaman media. Pembaca
dicerca bertubi-tubi oleh berita-berita dari Bung Pragmatis. Hari ini mereka
berkata A lalu besok mereka mengucap B. Dalam opini media, mereka Idealis tapi
dalam laku mereka pragmatis. Akal, lisan, laku, dan perbuatannya tak sejalan.
Nah, bagaimana menurut Bung?
Revisi
dari tulisan saya di Kompasiana | 25
January 2010 | 21:2781 1 2 dari 3 Kompasianer menilai Inspiratif
Comments