Fikih Kebinekaan untuk Peradaban
"Sebenarnya, umat muslim di Indonesia tak pernah ragu menerima dan menyerap nilai-nilai demokrasi yang sudah sejak lama diperjuangkan"
Alkisah, Indonesia
menjadi rujukan penting dalam rangkaian peristiwa dan studi-studi tentang
radikalisme keagamaan. Dalam catatan M Zaki Mubarok (2013) yang merujuk Global
Terrorism Database, dari total 421 tindak terorisme di Indonesia yang tercatat
sejak 1970 hingga 2007, lebih 90% tindak terorisme terjadi pada kurun
tahun-tahun mendekati Soeharto lengser hingga memasuki era demokrasi.
Kemudian, sejak
peristiwa teror Bom Bali I yang menewaskan
202 orang hingga 2013, sekurangnya telah berlangsung 12 aksi bom bunuh
diri. Kelompok Islam berhaluan radikal yang dikenal sebagai Jemaah Islamiah
(JI) dan jaringannya, dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas
sebagian besar gelombang teror di Indonesia pasca reformasi. Merespon berbagai
aksi teror tersebut, hingga Juni 2013 pemerintah telah menahan lebih kurang 900
orang yang didakwa terlibat tindak pidana teroris dan sekitar 70 terduga
teroris ditembak mati.
Akhir-akhir ini,
ancaman radikalisme baru mencuat kembali di negeri ini, yaitu ISIS. Mula
hebohnya ketika muncul video youtube yang menayangkan pria mengaku bernama Abu
Muhammad al-Indunisi, bernama asli Bahrum Syah, dalam video itu menyerukan
ajakan bergabung ke ISIS. Kini, sedikitnya 53 warga Indonesia bergabung dengan
ISIS di Irak. Artinya, ini peringatan bagi kita semua, apa pasalnya?
Padahal, secara
keseluruhan basic landscape Islam di Indonesia adalah moderat, demokratis dan
tidak monolitik. Sebenarnya, umat muslim di Indonesia tak pernah ragu menerima
dan menyerap nilai-nilai demokrasi yang sudah sejak lama diperjuangkan bukan
hanya oleh para pendiri bangsa, tetapi juga oleh organisasi Islam mainstream
yang terus menggagas dan menyebarkan Islam yang kontekstual, yaitu mampu
merespons persoalan kekinian secara damai.
Islam Indonesia sesungguhnya
memiliki karakteristik yang berbeda dengan Islam di Timur Tengah. Islam di
Indonesia sejak awal mengalami proses akulturasi (bercampur dan beradaptasi)
dengan kepercayaan purba, pra-Islam, serta sosio-kultural setempat. Para
intelektual muslim sejak abad ke-17 telah menanamkan benih-benih Islam
progresif dan moderat.
Benih-benih tersebut
disuburkan oleh pandangan para pendiri bangsa ini, mulai dari Soekarno,
Mohammad Hatta, sampai H Agus Salim dan lainnya, yang mencoba merelasikan
antara Islam dan ke-Indonesiaan. Hal yang penting lainnya dalam Islam Indonesia
adalah tidak terbelenggu oleh romantisme kejayaan masa silam.
Itulah khas Islam di
Indonesia, memiliki spirit progresif yang memiliki orientasi kuat ke masa depan
daripada ke masa lalu, dan responsif terhadap masalah kemanusiaan dan
perdamaian. Islam yang berwajah moderat, terbuka, ramah, menghargai pluralitas,
dan kedamaian.
Masa depan
Adalah Maarif
Institute menawarkan fikih kebinekaan yang mengadaptasi kearifan lokal, sistem
budaya, dan nilai-nilai masyarakat yang majemuk dalam suku, agama, dan ras.
Fikih kebinekaan ini mengangkat kembali prinsip universalisme Islam dan prinsip
kemanusiaan yang melindungi dan memberi manfaat bagi semua manusia. Sebab,
konflik yang menyangkut isu agama di Indonesia nyata masih terjadi.
Menentang
otoritarianisme maupun terorisme. Ide-ide demokrasi dalam Islam Indonesia
tersebut tidaklah diserap dari ideologi Eropa-Barat selama masa penjajahan,
melainkan dari kandungan ayat-ayat Al-Quran. Misalnya saja dalam hal prinsip
saling menghargai, yang kemudian menjadi dasar sistem politik Indonesia.
Karena justifikasi
dalam Al-Quran, Muslim Indonesia tidak ragu-ragu menerima demokrasi. KH Ahmad
Dahlan, misalnya, tak pernah memperoleh pendidikan Barat, namun mengambil
pengetahuan itu dari Al-Quran. Contoh ini sudah lebih dari cukup untuk
menunjukkan implementasi hak mayoritas bukan hal asing dalam tata bahasa Islam
Indonesia
Hal yang penting
dalam Islam Indonesia adalah tidak melulu terbelenggu oleh romantisme kejayaan
masa silam. Ini yang membedakan Islam Indonesia dengan rekan-rekan sesama
Muslim di Timur Tengah. Islam yang memiliki spirit progresif adalah yang
memiliki orientasi kuat ke masa depan daripada ke masa lalu dan responsif
terhadap perkembangan kemanusiaan. Ide demokrasi dalam masyarakat Indonesia
tetap tumbuh subur walau mengalami masa “naik turun” dalam perjalanan politik
sejarah Indonesia.
Harapannya, kini
adalah masa untuk mempertajam orientasi keislaman dan keindonesiaan kita dalam
membangun peradaban mulia di Indonesia. Tahun selalu berganti, berjuang
menegakkan perdamaian, melawan aksi kekerasan dan menghentikan penyebaran
virus-virus ISIS tak akan pernah berhenti.
David Krisna Alka
Peneliti Maarif
Institute for Culture and Humanity, Analis Populis Institute dan Associate Researcher
The Indonesian Institute
https://www.selasar.com/budaya/-fikih-kebinekaan-untuk-peradaban
Comments