Harapan Perubahan dalam Pemilu 2014
Rasa-rasanya kok rakyat kecil makin dijajah elite politik yang gaya hidupnya mewah luar biasa
Sutan Takdir
Alisjahbana (1984:64) pernah berkata, politik itu sesungguhnya memasukidan
menguasai segala aspek hidup, takut akan politik berarti lari dari hidup.
Namun, studi politik umumnya memiliki dua cara pandang. Pertama, yang memandang
politik pada dasarnya dijalankan secara etis, santun, visioner, dan demi
kemajuan serta kesejahteraan masyarakat lahir dan batin. Politik yang
berlandaskan etika dan moral politik, yang mengedepankan apa yang seharusnya
dilakukan sejalan dengan prinsip dasar moralitas nilai dan norma yang dijadikan
kaidah kehidupan masyarakat.
Kedua, yang
menyatakan realitas politik adalah kancah perebutan kekuasaan, menggunakan
kekuatan dan daya upaya yang tak segan-segan menggunakan cara-cara yang tidak
lazim, melepaskan dirinya dari akal sehat dengan melanggar norma, nilai dan
etika-moral masyarakat. Cara pandang yang kedua itu acap kali mengisi kehidupan
politik di negeri ini sehingga berlari tanpa tujuan kemuliaan yang pasti.
Kehidupan politik
yang merusak kehidupan publik menjadi fenomena yang hampir sudah menjadi biasa
ditemukan. Misal, pejabat politik bergaya hidup mewah dari hasil korupsi. Di
tengah masih banyaknya kemiskinan di negeri ini, gaya hidup pejabat publik
sering bertolak belakang dengan kesejahteraan warga.
Suatu dinding besar
memisahkan mereka yang menikmati manfaat dan hak-hak istimewa dari negara
dengan rakyat miskin yang harus bersaing dan bercucur keringat untuk hidup di
dalam negara. Terkadang, rakyat miskin juga mendapat perlakuan diskriminatif
dari sistem hukum yang ada.
Sederhana
Hidup dalam politik
adalah hidup dalam kesederhanaan dan tak perlu melakukan hal yang tak perlu;
tak perlu melakukan korupsi atau perbuatan yang melanggar etika publik.
Hernando De Soto (1992:308) mengungkapkan, bukan pejabat yang mencipta
kekayaan; mereka hanya duduk di belakang meja, memberi wejangan, membuat
rancangan undang-undang dan peraturan, memproses dokumen, memantau, mengawasi
dan memungut pajak, tetapi mereka tidak menghasilkan. Rakyatlah yang
menghasilkan!
Namun, rasa-rasanya
kok rakyat kecil makin dijajah elite politik yang gaya hidupnya mewah luar
biasa, seperti hidup di zaman penjajahan saja. Anggapan bahwa elite politik
atau pejabat pusat ialah subjek yang harus kita layani atau bahkan dilindungi
para punggawanya seharusnya kita ubah secara mendasar karena kekuasaan dan
penguasa seharusnya justru bersifat melindungi dan melayani rakyatnya. Bukan
malah bermental penjajah.
Sejatinya perlu
tingkat kesadaran kenegaraan yang tinggi dimiliki pejabat publik dan elite
politik di negeri ini. Menciptakan momen keteladanan dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan penggunaan kekuasaan. Namun, kenyataannya pelik, ketika
kepemimpinan para elite politik justru lebih terjebak pada pesona pencitraan
mewah dan pencitraan seolah-olah sederhana. Padahal, gaya hidup mereka jauh
dari perilaku yang sederhana.
Bila berpolitik
dilakukan dengan bergaya glamor, masyarakat akan menganggap hidup dalam politik
ialah hidup dalam kemewahan. Maka, rakyat menjadi malu dan ragu ketika pertama
kali memasuki sebuah gedung mewah seperti gedung wakil rakyat. Padahal, gedung
itu ialah gedung rakyat. Dibangun dan dihasilkan dari kerja keras dan keringat
rakyat. Artinya, jangan ragu, malu, atau minder melangkah memasuki dunia
politik apabila idealisme dan tekad sungguhsungguh berjuang untuk kesejahteraan
rakyat.
Namun, ketakutan
irasional yang sering terjadi pada orang sederhana berpolitik ialah politik itu
adalah permainan tingkat tinggi. Segalanya seolah serbaglamor. Mengadakan
rapat-rapat politik dari hotel ke hotel. Selain itu, elite politik yang membawa
mobil mewah selalu dihormati. Bila politikus berpenampilan atau `bergaya
tinggi', para kader atau simpatisan berebut berjabat tangan menunduk-nunduk
atau mencium tangannya seolah menyembah. Namun, apa daya, pejabat publik atau
pejabat politik juga manusia yang memiliki hasrat, nafsu, dan terkadang khilaf.
Kesederhanaan dalam
hidup memang suatu hal yang paling luar biasa. Hanya orang-orang bajik dan
bijak yang dapat memahami dan melakukannya. Karena itu, jangan sampai elite
politik dan pejabat publik di negeri ini disamakan seperti popok bayi yang
selalu diganti rutin setiap lima tahun sekali sehingga selalu rakyat yang
membersihkan dan menggantikan popok mereka.
Semoga kebaikan
publik menerangi tahun politik 2014. Kebajikan politik yang membuat semua
rakyat berkata, “Tak ada lagi kata terburuk selain menyebut `setan korup' bagi
mereka yang tamak mengisap keringat rakyat!“
Walhasil, pentingnya
kepedulian politik bagi rakyat untuk memilih dan memilah wakil dan pemimpinnya
dalam pemilu tahun ini secara berdaulat karena memilih adalah membangun
harapan. Tak ada harapan yang tak bertujuan kebaikan dan perubahan.
David Krisna Alka
Peneliti Populis Institute dan Maarif Institute for Culture and Humanity
Media Indonesia, 9
Januari 2014
+David Krisna Alka
http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2014/01/09/ArticleHtmls/Harapan-Perubahan-dalam-Pemilu-2014-09012014007003.shtml?Mode=1#
Comments