Asrama dan Kebangkitan Pemuda Era Media Sosial
Media Indonesia, Jumat, 10 Mei 2013
Saat itu ada tiga asrama terkenal dalam sejarah kemerdekaan yang memiliki semangat zaman dan berperan besar dalam melahirkan sejumlah tokoh nasional. Ada Asrama Angkatan Baru Indonesia (Menteng 31), Asrama Fakultas Kedokteran atau Asrama Prapatan 10, dan Asrama Cikini 71. Di ketiga asrama itu, dalam catatan Taufik Rahzen (2007), kaum muda menggelar diskusi dengan tema bagaimana dan seperti apa konsep negara Indonesia. Mereka sampai membicarakan bentuk negara. Salah satu sesi diskusi yang paling banyak dikenang ialah ketika Mohammad Hatta diminta berceramah mengenai visi kenegaraannya di Deutsches Haus, Gambir Barat (Jl Merdeka Barat sekarang).
Oleh David Krisna Alka
DULU, Indonesia pernah memiliki kalangan muda
sebagai pejuang dan pemikir yang menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan hak-hak
kemanusiaan di kalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan. Mereka
mendorong semangat rakyat melalui pikir, ucap, dan laku dalam berjuang
membebaskan negeri ini dari penindasan kolonialis.
Kini, era sudah berganti. `Peradaban' pemuda
beralih ke ranah media sosial. Memang, zaman kini berbeda dengan era bambu runcing
dan era mendengar informasi hanya dari radio. Seiring dengan era diplomasi dan
komunikasi yang sudah mengalami perubahan luar biasa dan memutarbalikkan zaman,
media sosial dan wadah interaksi lainnya sudah jauh lebih maju.
Kebangkitan
dari asrama
Asrama pemuda pernah menjadi tempat
menyatunya spirit kaum muda. Itu menjadi tempat pembahasan mengenai Indonesia
bertumpahruah, merebut kemerdekaan, ataupun meruntuhkan rezim diktator. Di
asrama-asrama itu, kaum muda menyatu kan kesadaran, seperti apa zaman yang akan
mereka hadapi. Semangat zamannya jelas, hendak ke mana arah dan tujuannya.
Mereka, para pemuda itu, membangun gerakan dan mendiskusikan format perjuangan
melalui basis asrama-asrama untuk berbagai golongan pemuda.
Saat itu ada tiga asrama terkenal dalam sejarah kemerdekaan yang memiliki semangat zaman dan berperan besar dalam melahirkan sejumlah tokoh nasional. Ada Asrama Angkatan Baru Indonesia (Menteng 31), Asrama Fakultas Kedokteran atau Asrama Prapatan 10, dan Asrama Cikini 71. Di ketiga asrama itu, dalam catatan Taufik Rahzen (2007), kaum muda menggelar diskusi dengan tema bagaimana dan seperti apa konsep negara Indonesia. Mereka sampai membicarakan bentuk negara. Salah satu sesi diskusi yang paling banyak dikenang ialah ketika Mohammad Hatta diminta berceramah mengenai visi kenegaraannya di Deutsches Haus, Gambir Barat (Jl Merdeka Barat sekarang).
Bung Hatta mengutarakan bentuk statenbond
(sederhananya bentuk negara federal) sebagai yang paling cocok bagi negara
Indonesia yang luas dan punya keragaman etnik yang begitu kaya. Poin itu pula
yang kembali diui tarakan Bung Hatta pada t sidang-sidang BPUPKI sebelum
akhirnya `dikalahkan' bentuk negara kesatuan yang diperjuangkan dengan gigih
oleh Soepomo dan Soekarno.
Konon, tokoh pergerakan dalam Asrama Menteng
31 itu, antara lain, Chairul Saleh dan Sukarni. Mereka merupakan angkatan muda
1945 yang bersejarah, yang pada saat itu terpaksa menculik dan mendesak
Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamasikan kemerdekaan. Peristiwa itu
kemudian dikenal dengan Peristiwa Rengasdengklok. Selain Sukarni dan Chairul
Saleh, ada Maruto Nitimihardjo, Adam Malik, Pandu Kartawiguna, DN Aidit,
Armunanto, MH Lukman, dan AM Hanafi.
Masih menurut Taufik Rahzen, berbeda dengan
Menteng 31, Asrama Prapatan 10 dihuni mahasiswa dari latar belakang menengah ke
atas yang kesehariannya menggunakan bahasa Belanda dengan pandangan sosial
demokrat mereka. Asrama Prapatan 10 dipimpin Sutan Sjahrir, Johar Nur, Syarif
Thayeb, Darwis, dan Ari Soedewo. Selain itu, asrama mahasiswa lainnya ada di
Jalan Cikini yang ditempati Chaerul Saleh, Johar Nur, dan Kusnandar cs.
Ada juga Asrama Indone sia Merdeka yang
didirikan dengan tujuan mengimbangi Angkatan Darat dalam menarik pemuda. Pada
akhir 1944, berdiri organisasi bernama Angkatan Muda yang dalam konferensinya
menghasilkan beberapa resolusi, antara lain, pertama, seluruh golongan harus
dipersatukan dan disentralisasi di bawah satu pimpinan tunggal. Kedua,
kemerdekaan Indonesia harus diwujudkan secepat mungkin.
Para pemuda Menteng 31 dan Cikini 7 serta
Prapatan 10 itu lah yang kelak banyak mengisi posisi-posisi penting dalam tubuh
peme rintahan In donesia, KNIP, ataupun militer.Angkatan muda itu pula yang men
jadi aktor peristiwa Rengasdengklok yang (harus diakui) menjadi bagian tak
terpisahkan dari lahirnya Proklamasi 17 Agustus 1945.
Barangkali cukup banyak asrama pemuda lain
yang memiliki spirit zaman yang sama dalam era penindasan yang sama dan
memiliki motif politik yang sama, baik pada zaman penjajah maupun tatkala orde
baru berkuasa.
Abad media sosial
Barangkali, kini sulit
ditemukan asrama-asrama pemuda yang menjadi tempat yang melahirkan tokoh
pergerakan, sebagai titik mula melakukan gerakan melawan penindasan zaman.
Pertanyaannya, zaman apa yang akan mereka lawan? Perubahan apa yang akan mereka
lakukan?
Dengan menilik semangat pemuda yang merupakan
bagian penting dalam melahirkan sebuah zaman baru, tak bisa lepas dari pengaruh
perubahan politik, sosial, ekonomi, dan budaya dalam sebuah negara, pemuda Indo
nesia cenderung telah masuk ke budaya konsumerisme, hedonisme, dan kurang peka
dengan apa yang terjadi di masyarakat. Mereka tak memiliki motif yang jelas dan
luas dalam konteks menentukan tujuan semangat zaman seperti apa yang akan
diciptakan.
Cultural movement pemuda biasanya membuat
berbagai macam kegiatan yang terlihat dalam bentuk komunitas-komunitas
tertentu. Tujuan dan bentuk komunitas-komunitas itu berbeda bila dilihat dari
latar belakang terbentuknya. Ada yang terbentuk atas dasar sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, bahkan politik. Komunitas-komunitas tersebut merupakan respons
yang terjadi akibat ketidak menentuan zaman.
Seyogianya, dalam teori semangat zaman
(zeitgeist = the spirit of the time), di suatu komunitas atau opini publik, memang
zaman sudah matang untuk timbulnya pandangan-pandangan baru yang akhirnya
menjadi tren zaman dan tokoh-tokoh pemuda baru justru dilahirkan semangat zaman
tersebut. Yang pasti, itu bukan tren dan semangat zaman tentang tokoh muda atau
kaum muda yang korupsi.
Sejatinya, semangat zaman kaum muda hari ini
melahirkan pandangan jauh ke depan untuk memahami tujuan dan arah gerakan
bangsa ini di masa yang akan datang. Kini, harapan terletak pada generasi baru
di Republik ini yang kelak akan membawa semangat zaman yang juga baru. Generasi
yang mampu mengubah negeri ini menjadi lebih baik dan bermutu. Generasi muda
yang gagasan dan gerakannya menggetarkan dan menggema di dunia sehingga negeri
ini menjadi lebih bermartabat dan beradab. Tentunya, getaran dan gemanya tak
hanya dari Twitter dan Facebook, atau gema berita tentang korupsi yang
dilakukan kalangan muda Indonesia. Wallahualam.
Peneliti Populis Institute dan Ma'arif Institute for Culture and Humanitya
Comments