Menggugat Generasi Baru

Kolom David Krisna Alka - detikNews
Jumat, 28/10/2011 11:48 WI

Jakarta - Globalisasi kian menebar aroma hedonisnya. Sebagian kaum muda terlena oleh imajinasi kesenangan hiburan global. Kaum muda yang terkurung dalam fantasi media terbuai gaya hidup instan dan terjerat kesenangan semu belaka.

Pemuda yang lemah terinjak raksasa materi dunia sehingga tepar dalam kolong-kolong jembatan, terkapar akibat racun narkoba, tersungkur ditembus peluru panas akibat kriminalitas. Serta, mereka yang asyik dengan dirinya sendiri tak peduli terhadap kelanjutan bangsa ini. Kebanggaan bertanah air mereka anggap sebagai kejayaan dongeng masa lalu yang tidak perlu dirindu.

Di sisi lain, sebagian intelektual muda, menantang kompetisi global dengan bekerja dan menempuh studi di luar negeri. Hal ini menandakan bahwa kekuatan globalisasi telah membuat nasionalisme kaum muda sudah mendunia. Apakah pencerahan bagi republik ini akan tiba bila mereka berhasil bekerja dan studi di luar negeri?



Kenyataannya, penghargaan terhadap para peneliti begitu rendah. Ilmuwan muda Indonesia tak dihargai di negeri sendiri. Akibatnya, kaum intelegensia muda yang lahir di republik ini dimanfaatkan oleh negara tetangga dan pihak asing. Tentu dengan penghargaan yang tinggi. Tak seperti penghargaan yang diberikan penyelenggara pemerintah di tanah air Indonesia yang merdeka. Bagi mereka, ruang didik di negara sendiri tak menjamin mereka akan diperlakukan layak apabila mereka sudah tamat kuliah.

Akibatnya, antara kaum muda yang terbuai aroma hedonis dunia dan kaum muda yang terkapar terinjak kapitalisme, serta kaum muda yang intelektualnya sudah mendunia, mengalami kesenjangan yang menganga. Egoisme kaum muda yang merasa berhasil, baik dari segi intelektual maupun ekonomi, mengakibatkan kaum muda pinggiran kian terbelakang karena tak adanya solidaritas antar kaum muda. Kaum muda miskin yang ingin menikmati pendidikan lebih tinggi menjerit karena ruang didik menjadi ruang duit. Tak ayal, fenomena tepuk-tepuk tangan anak-anak muda yang mengamen di jalan maupun di bis kota masih terlihat di tengah-tengah kota.

Solidaritas Baru
Pepatah Latin kuno mengatakan salus populi suprema lex esto. Kesejahteraan rakyat banyak merupakan hukum tertinggi. Dalam konteks ini, peran kaum muda adalah menuntut pemerintah secepatnya mengembalikan hukum tertinggi itu, yaitu kesejahteraan rakyat.

Kaum muda adalah hati nurani bangsa yang berani menyuarakan kegelisahan rakyat. Sudah habis masanya bagi kaum muda menerima keadaan dengan berpangku tangan dan asyik dengan permainan pribadi untuk diri sendiri. Kini, masih tampak gejala seolah-olah kaum muda hidup dalam dunia impiannya sendiri.

Kadang terbaca dan terdengar ungkapan yang meneropong dunia luar lewat sebuah lensa yang sudah usang. Sehingga bayangan kaum muda mengenai dunia luar itu tidak serasi dengan kenyataan. Hanya serasi dengan impian sendiri, bukan impian bersama.

Sejatinya, solidaritas sosial kaum muda perlu dibangkitkan. Sebab, dalam rasa solidaritas ada keinginan bersama supaya maju. Maka, kaum muda yang berpikiran maju seyogianya menumbuhkan dan melakukan upaya membangun solidaritas sosial dan solidaritas politik baru untuk gerakan perubahan.

*) David Krisna Alka adalah analis sosial-politik Populis Institute dan Peneliti Maarif Institute for Culture and Humanity, Jakarta.


http://www.detiknews.com/read/2011/10/28/114852/1754749/103/generasi-baru-menggugat

Comments

Popular posts from this blog

Pergolakan Partai Politik dan Kualitas Demokrasi Kita

Fatmawati Srikandi Republik

"Politik" Waktu; Selamat Tahun Baru