Biografi Orang INS Kayutanam; Sebuah Permulaan
David Krisna Alka
Menteng Dalam, 19 September 2011
Aku ingin menulis tentang sesuatu malam ini. Menulis sesuatu yang
jelas, bukan sesuatu yang tak jelas seperti ungkapan Syahrini yang populer saat ini, "Alhamdulillah ya
sesuatu banget".
Baiklah, aku menulis tentang seseorang. Saat menulis tulisan ini,
seseorang itu mendekat kepadaku dan mengambil sebatang rokok. “Bagaimana kalau aku
menulis tentangmu malam ini? Tanyaku. “Silahkan saja, tulislah yang baik-baik
dan gagah-gagah tentangku” jawabnya.
Aku mengenalnya kurang lebih 15 tahun lalu. Sebuah perkenalan tanpa
jabat tangan. Perkenalan yang mengalir apa adanya. Dari proses pertemanan yang
rabun kemudian menjadi kedekatan yang terang. 15 tahun lalu itu, dia adalah salah
seorang kakak kelas di sekolahku (SMA Plus INS Kayutanam). Aku pernah kagum
kepadanya karena memiliki kemampuan dan prestasi dalam kecakapannya menggunakan
Bahasa Inggris. Selain itu, gaya berjalannya unik. HIngga sekarang gaya berjalan itu masih tampak . Gaya berjalan yang memiliki perpaduan gerak antara langkah kaki dan
lambaian tangan yang khas.
Saat itu dia lebih dekat dengan almarhum Ayi (Heri Efianto). Ayi adalah
“saudaraku” cucu dari teman Ayahku di Bengkulu. Ayi-lah yang mengajakku untuk
melanjutkan sekolah di SMU Plus INS Kayutanam. Ayi merayuku. Katanya sekolah
itu indah. Ada kolam renangnya. Ada lapangan sepakbola. Ada lapangan basket.
Lapangan tenis. Pokoknya, Ayi bilang bahwa aku tak akan menyesal sekolah di
sana.
Aku kembali teringat kebersamaan terakhir bersama Ayi di kampus STSI Padang
Panjang. Senyum, sapa, dan gaya bicaranya masih terbayang. Kalimat terakhir Ayi
sebelum wafat masih terngiang ditelingaku. “Vid, kalau ambo ke Jakarta, ambo
ke tempek kau yo“. Nada bicaranya memelas. Aargh…dukaku mengeras
jika teringat pertemuan terakhir itu.
Sudahlah, aku tak sanggup melanjutkan kisah ini. Barangkali akan kulanjutkan nanti. Nanti, adalah ruang waktu yang tak tentu. Aku terlarut mengenang Ayi. Fauzan, maafkan aku belum mampu meneruskan tulisan tentang sesuatu mengenaimu. Tak perlu kutulis sesuatu yang baik-baik dan gagah-gagah tentangmu malam ini. Sudah terlalu banyak tokoh yang suka menggelembungkan diri. Memang, menjadi terasa lucu dan ganjil ketika ketokohan begitu membosankan.
Saat ini sangat jarang penulis biografi. Sebab selama ini kita hanya peduli
kepada nama, kepada barang, sedangkan biografi menyelam jauh ke dalam ketokohan
yang hanya menggelincirkan kita ke dalam kelisanan, omong-omong, gosip, bukan
diskusi. Juga kemalasan, mungkin kelumpuhan menghadapi masalah. Menulis kisah
hidup keseorangan, termasuk tentangmu juga sebuah karya. Karya yang mesti
dibaca dan selalu ditafsir ulang.
Tapi, aku tak akan secara ekstrem mengatakan seperti apa yang pernah
dikatakan oleh Levi- Strauss, bahwa tugas ilmu-ilmu kemanusian, humanities,
bukanlah melestarikan (konsep tentang) manusia, keseorangan, melainkan
melenyapkannya. Aku tahu, kali ini, barangkali masih menulis tentang pribadi,
belum tentang pemikiran. Mungkin, suatu saat nanti aku akan menulis tentang
pemikiranmu yang berserak dalam status facebookmu.
Comments