PEMIMPIN NU YANG MODERAT


Republika, Rabu, 24 Maret 2010 
David Krisna Alka
(Direktur Eksekutif Center for Moderate Muslim)

Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-32 di Makassar saat ini merupakan momentum penting bagi NU untuk lebih memajukan pandangan keberagamaan yang moderat dan toleran. NU memiliki peran yang signifikan dalam membentengi umat dari bahaya ideologi kaum teroris.

Sebab, diperlukan langkah lebih nyata untuk menangkal terorisme di negeri ini. Selain penindakan dan pencegahan terorisme oleh pihak keamanan, juga penting untuk menangkal terorisme melalui jalur pendidikan. Maka, peran maksimal NU begitu signifikan untuk mengembangkan pemikiran yang moderat dalam ruang didik kaum santri di pesantren seluruh negeri. Selain mencerdaskan kehidupan bangsa, pesantren adalah ruang pendidikan yang penting untuk menangkal ajaran-ajaran yang dibawa oleh terorisme.

Pendidikan dan dakwah merupakan kegiatan utama ormas Muslim seperti NU. Bagi NU, tipikal pendidikan pondok pesantren, seperti kiai, santri, masjid, dan kitab-kitab masih bertahan bahkan mengalami kemajuan dengan melakukan perubahan kurikulum yang lebih modern. Meningkatnya gejala radikalisme dan terorisme dari sebagian kelompok Muslim di Indonesia, mengakibatkan stigma Islam sering dituduh sebagai pencetak terorisme. Maka, hal itu perlu direspons melalui dakwah dan lembaga pendidikan. Dalam kehidupan manusia, agama berperan besar sebagai penggerak sejarah dalam peradaban manusia.

Agama juga diyakini mengajarkan tentang kemanusiaan, kasih sayang, persaudaraan, dan telah banyak menjadikan manusia mengerti akan arti dan tujuan hidupnya. Perjuangan hidup dalam agama tidak harus dilakukan melalui perang dan kekerasan. Tapi, dilakukan dengan jalan mengembangkan ilmu pengetahuan dan membangun kehidupan yang lebih baik dan bermaslahat di tengah umat manusia.

Kurikulum pendidikan pesantren yang dibangun semestinya dapat melakukan pencerahan batin, psikososial, dan memahami perkembangan kejiwaan santri. Agar generasi bangsa tidak terjerumus dalam rimba depresi, stres, ataupun frustrasi yang kelak akan mudah dipengaruhi oleh ajaran-ajaran terorisme. Militansi para teroris tertanam kuat seiring dengan menguatnya pemahaman dan penghayatan ideologis mereka. Karena itu, melawan teroris harus dilakukan dengan pembongkaran terhadap ideologi tersebut melalui jalur pendidikan.

Pemimpin moderat
Para pengajar di lingkungan pendidikan pesantren hendaknya tak sekadar menjalankan profesinya sebagai pengajar. Lebih dari itu, mereka juga bertindak sebagai dai yang memberikan pemahaman Islam yang moderat, dengan menanamkan nilai pendidikan moral dan akhlak untuk menciptakan perdamaian dan kesejahteraan sosial.

Islam adalah agama yang prokeberhasilan, bukan prokegagalan. Jika melulu Islam dituduh sebagai pembawa ajaran terorisme, saatnya sekarang meluaskan pandangan bahwa Islam adalah ajaran pembawa perdamaian. Seyogiyanya direnungkan, hal yang penting dalam Islam di Indonesia adalah tidak melulu terbelenggu oleh romantisme kejayaan masa silam.

Lebih dari pengajar, pimpinan NU mendatang tentunya diharapkan adalah sosok tokoh yang memiliki paradigma yang serupa, moderat dalam keberagamaan, maju dalam gerakan pendidikan, dan nyata dalam gerakan sosial kemanusiaan. Artinya, pemimpin NU kelak mestinya menunjukkan keterbukaan pandangan (openness of mind) dan lebih memperhatikan isu-isu yang tepat bagi kemajuan NU.

Dengan bahasa yang lebih tegas, pimpinan NU mendatang mesti bersikap moderat dan mampu menghindarkan umat dari sikap prokekerasan, fanatik, dogmatis, dan otoriter. Menurut KH Mustofa Bisri (2010), agar lebih baik dan terjadi regenerasi, pemimpin NU mendatang harus sosok yang tidak gampang tergoda politik kekuasaan dengan memanfaatkan organisasi dalam ranah politk pragmatis.

Pandangan KH Mustofa Bisri itu merupakan cita-cita untuk membangkitkan kembali NU menjadi pendorong kekuatan masyarakat madani. Karena, Islam yang memiliki spirit progresif adalah yang memiliki orientasi kuat ke masa depan dan belajar dari masa lalu, serta responsif terhadap perkembangan zaman dan keumatan.

Selain itu, kepemimpinan NU mendatang dihadapkan pada kader-kader ormas yang berpolitik, tapi melakukan tindakan yang tak sesuai dengan perjuangan moral yang selama ini diperjuangkan NU. Citra NU dipertaruhkan bila ada kadernya yang melakukan tindakan korupsi dan tak memberi contoh yang baik bagi umat Islam di Tanah Air.

Maka, sosok pemimpin NU mendatang harapannya selain tokoh yang bersih juga tokoh yang moderat dalam pemikiran keagamaan, energik dalam gerakan pendidikan, menyatu dalam wadah keumatan, dan peduli terhadap gerakan sosial-kemanusiaan.

Negeri ini membutuhkan jembatan baru peradaban dunia dengan menunjukkan pesona kedamaian Islam. Perlu menunjukkan sikap Islam yang ramah bukan Islam yang marah. Secara tulus, semua ingin melihat Islam di Indonesia mempunyai masa depan yang cerah. Jalan terbaik adalah dengan menampilkan wajah ramah Islam dan kehebatan umatnya dalam bidang keilmuan. Selain itu, bangsa ini juga membutuhkan pemimpin yang berkarakter tinggi dan peduli terhadap kesejahteraan umat. Wallahu'alam.

Comments

Popular posts from this blog

Pergolakan Partai Politik dan Kualitas Demokrasi Kita

"Politik" Waktu; Selamat Tahun Baru

Fatmawati Srikandi Republik