Seribu Kunang-Kunang di Manhattan
Cerpen Umar Kayam Mereka duduk bermalas-malasan di sofa. Marno dengan segelas scotch dan Jane dengan segelas martini. Mereka sama-sama memandang ke luar jendela. “Bulan itu ungu, Marno.” “Kau tetap hendak memaksaku untuk percaya itu ?” “Ya, tentu saja, Kekasihku. Ayolah akui. Itu ungu, bukan?” “Kalau bulan itu ungu, apa pula warna langit dan mendungnya itu?” “Oh, aku tidak ambil pusing tentang langit dan mendung. Bulan itu u-ng-u! U-ng-u! Ayolah, bilang, ungu!” “Kuning keemasan!” “Setan! Besok aku bawa kau ke dokter mata.” Marno berdiri, pergi ke dapur untuk menambah air serta es ke dalam gelasnya, lalu dia duduk kembali di sofa di samping Jane. Kepalanya sudah terasa tidak betapa enak. “Marno, Sayang.” “Ya, Jane.” “Bagaimana Alaska sekarang?” “Alaska? Bagaimana aku tahu. Aku belum pernah ke sana.” “Maksudku hawanya pada saat ini.” “Oh, aku kira tidak sedingin seperti biasanya. Bukankah di sana ada summer juga seperti di sini?” “Mungkin juga. Aku t...